Postingan

Menampilkan postingan dari Maret, 2016

Cerpen yang pernah diikutsertakan di Lomba Perhutani Green Pen Award 3, tapi lagi-lagi gagal :(

Tuah si Pohon Penjaga Matahari masih di atas kepala ketika Sang Pohon Bertuah tiba-tiba menyentakkan ujung rantingnya. Batangnya yang besar seolah raja berpadu dengan akarnya yang meghujam kuat ke tanah bak singgasana. Keras terguncang, lempengan bundar yang menggantung itu lepas jua, terpisahkan dari induknya, terpisahkan dari dunia kecil yang selama ini melindunginya. Biji itu jatuh pada pucuk anakan dara-dara. Lalu terhempas pelan menyibak alang-alang yang menguning, terjungkal, terjerembab lagi hingga tiba diatas tanah kerontang. Sayup-sayup terdengar kepakan enggang, dua ekor hinggap di balau, berkoar-koar sahut menyahut menyambut peristiwa di depan matanya, menatap lekat sembari menggoyangkan mahkotanya, bagian yang paling sering diburu, keindahan yang mengancam mereka pada kepunahan. Sang Pohon Bertuah berguncang lagi. Dilihatnya bagian tubuhnya yang terluka. Bekas-bekas akibat sayatan di kulitnya mulai memudar. Para pencari gaharu, atau para pemburu babi sering bersan
Sekolah kedinasan, atau Perguruan Tinggi ? 4 Maret 2016 Pagi sekali orang tua saya sudah ribut bahas masalah sekolah kedinasan dan sekolah perguruan tinggi, dalam hal ini perguruan tinggi negeri karena kebetulan saya adalah seorang lulusan PTN. Hal yang sangat kontras , karena adik saya adalah mahasiswa yang baru memasuki semester dua sekolah kedinasan. Seperti kebanyakan pemikiran orang tua lain, seperti common people, orangtua saya menganggap sekolah kedinasan lebih baik dan menguntungkan dibandingkan perguruan tinggi karena setelah lulus mereka akan langsung mendapatkan pekerjaan tanpa susah-susah mencari. Ayah saya mengibaratkan sekolah di PT seperti naik mobil, kenceng sih emang, tapi kalo udah macet, semuanya berenti, diem. Stuck. ( kaya lulusan perguruan tinggi, kalo pada ga dapet kerja langsung pada nganggur). Sementara sekolah kedinasan kaya naik motor, pelan-pelan sih tapi kalo jalan macet bisa nyalip mobil juga, bisa was wus sana-sini. Dari dulu orangtua sa

kisah pkl (part 1)

Praktek Kerja Lapang di PT Inhutani I UMH Meraang, Berau, Kaltim Satu tahun lalu jam segini mungkin lagi kucel-kucelan kena debu jalan utama di tengah hutan. Kalo ngomongin PKL kemarin, rasanya gak ada habisnya. Saking serunya, saking senengnya, sampe kelupaan kalo laptop ilang disana. Mungkin semua kebahagiaan itu harus dibayar dengan kehilangan kali yaa hehe.. Banyak banget cerita disana, petualangan, persahabatan,cinta, eaa.. Cinta tentang alam sih maksudnya :D Inget pagi-pagi jam 7 udah harus siap, bawa bekel nasi, mie, ikan asin buat seharian cruising di tengah hutan. Awal Februari tahun kemarin, berangkat dari Soekarno Hatta, kami berlima bertekad buat mencari ilmu di tanah borneo. Dengan diketuai Yudha, tim kami berangkat dan transit dulu di Bandara Sepinggan Balikpapan, lalu bandara Kalimarau, ( brrr, seketika memori tentang kejadian itu terbayang di kapala). Kadang ya, hal yang bikin kita sedih waktu diinget-inget itu kenangan yang manis,bukan yang pahit karena kita

Kisah pkl (Tulisan ini telah dipublikasikan di laman web National Geographic Indonesia sebagai kompetisi cerita “Travel Mate” yang diadakan oleh NatGeo Indonesia)

Gambar
Berau Memukau  Jika ada tempat yang tidak pernah bisa dilupakan, Berau-lah tempatnya. Berada di ujung timur pulau Kalimantan, Berau menyimpan sejuta pesona keindahan. Mulai dari kekayaan hutan hujan tropis, peninggalan sejarah, hingga wisata bahari yang menggoda mata. Tanjung Redeb yang menjadi ibukota Berau memiliki banyak tempat yang patut disinggahi. Menikmati sarabba dan roti bakar khas Tepian bisa dijadikan kuliner wisata malam.Tepian merupakan daerah sepanjang Sungai Segah yang ramai dikunjungi pada sore hingga malam hari sebagai tempat ‘nongkrong asik’ sembari memandangi kapal-kapal yang membelah kota Tanjung Redeb. Sorot lampu warna-warni dan suasana malam yang tenang adalah bagian yang tidak pernah saya lupakan dari jejak saya di kota ini . Tak jauh dari Tepian, ada Kesultanan yang masih menggenggam erat tradisinya. Kesultanan Sambaliung dan Gunung Tabur, keduanya memiliki keraton yang dididominasi warna kuning dan masih begitu asri. Kesultanan Gunung Tabur

(this article has ever been published on Natgeo Indonesia website of Travel Story competition)

Gambar
Lets Take a Glance to The Beauty of Indonesian Tropical Rainforest of Berau, East Borneo. Every people must have their dreams to visit somewhere place. Mine came true on last February 2015, when I got a chance to explore East Borneo, a paradise of rainforest ecosystem which I want to visit the most. The beauty never fades away, permanently saved on my mind. I really am amazed with the rich of biodiversity found there. Well known of its mascot, Buceros rhinoceros hornbills, East Borneo especially Berau saved treasures under its soil. My friends and I stayed for about two months to flirt with nature of Berau. Coal mining and fast regeneration dipterocarp trees were completely a magic. Every morning we had to get up early to seek for kerantungan which had fallen from its tree . We can also find lahung and lay. Lahung had red thorns, while lay’s were yellow. Kerantungan, lahung and lay were kind of endemic fruits, the same family as durian. Bird perching and a morning fog rising

Ecologycal social Mapping 2014 ( Banten)

Gambar
Berburu Emas di desa Enclave Citorek Kidul, Ciusul, Banten   Kabut pagi menyelimuti lembah kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Di salah satu penjurunya, ada pedesaan yang asri, dihimpit perbukitan hijau. Udara dingin khas pegunungan, sungai jernih yang melintang, dan persawahan yang menyegarkan mata. Lalu ada lumbung-lumbung padi yang bersusun rapi, pohon-pohon hutan rakyat, bahkan lengkap dengan kolam ikan. Bukan untuk tujuan wisata, tapi Desa Citorek Kidul, Banten ini nyatanya cukup layak untuk dijadikan pelarian saat badan lelah bekerja. Kami, tim Ecologycal Social Mapping (ESM) tinggal di desa yang sejuk itu untuk beberapa hari, mencoba melakukan ekspedisi dari kaki Halimun Salak, mengorek-orek kearifan lokal juga cara masyarakat mengelola lingkungan mereka. Tepat pada bulan Juni 2014, rombongan kami disambut hangat oleh Bapak Tetua Adat Citorek. Dibagi dalam 4 regu, yaitu Pemanenan Hutan, Sosial ekonomi, Hidrologi dan Perencanaan Hutan, dengan semangat ramadhan ka