Ecologycal social Mapping 2014 ( Banten)

Berburu Emas di desa Enclave Citorek Kidul, Ciusul, Banten
 

Kabut pagi menyelimuti lembah kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Di salah satu penjurunya, ada pedesaan yang asri, dihimpit perbukitan hijau. Udara dingin khas pegunungan, sungai jernih yang melintang, dan persawahan yang menyegarkan mata. Lalu ada lumbung-lumbung padi yang bersusun rapi, pohon-pohon hutan rakyat, bahkan lengkap dengan kolam ikan. Bukan untuk tujuan wisata, tapi Desa Citorek Kidul, Banten ini nyatanya cukup layak untuk dijadikan pelarian saat badan lelah bekerja. Kami, tim Ecologycal Social Mapping (ESM) tinggal di desa yang sejuk itu untuk beberapa hari, mencoba melakukan ekspedisi dari kaki Halimun Salak, mengorek-orek kearifan lokal juga cara masyarakat mengelola lingkungan mereka.
Tepat pada bulan Juni 2014, rombongan kami disambut hangat oleh Bapak Tetua Adat Citorek. Dibagi dalam 4 regu, yaitu Pemanenan Hutan, Sosial ekonomi, Hidrologi dan Perencanaan Hutan, dengan semangat ramadhan kami menulusuri setiap jengkal Citorek. Saya sendiri berada di regu Sosial ekonomi (sekaligus pemenanan, hehe).
Jika bercerita tentang ESM, maka hal yang paling seru adalah kebersamaannya. Berbuka puasa dan sahur bareng, solat tarawih bareng, itu momen yang paling saya rindukan. Tapi, mari kita kembali ke inti dari kisah perjalanan ini, berburu E-M-A-S.
Desa Citorek Kidul masuk ke dalam kawasan enclave, yaitu desa yang termasuk ke area taman nasional. Sebagian besar penduduk setempat bekerja sebagai petani, beberapa peternak dan pedagang. Tapi, dibalik sunyinya desa ini, Citorek pernah memiliki sebuah tambang emas yang cukup besar dan sukses pada jamannya. Bekas-bekas galian emas itu lah yang sekarang dimanfaatkan warga sebagai ‘mesin pencari uang’ . Dari rumah-rumah berdinding kayu, ada tangan tua yang lincah memilah-milah. Bila jeli, ada seberkas cahaya kemilau dari remahan-remahan tanah bercampur pasir. Ini dia Emas Citorek.
Selain dengan metode ‘mengayak’ tadi, yang juga dijumapi yaitu dengan memecahkan bongkahan batu yang memungkinkan mengandung emas. Melalui satu alat tradisional dan alat sejenis palu, sebuah bongkahan yang terlihat biasa dari luar bisa jadi memiliki aset berharga di dalamnya. Kegiatan mencari emas ini masih cukup diminati oleh para warga. Namun, sebenarnya, kehidupan warga Citorek Kidul Ciusul ini sudah cukup makmur. Alam menyediakan yang mereka perlukan. Banyak warga yang memiliki hutan rakyat dengan kayu dominan sengon sebagai tambahan penghasilan. Lumbung-lumbung padi yang hampir tak pernah kosong lebih dari cukup untuk persediaan pangan.

Lebih dari itu, yang paling saya ingat dari perjalanan saya adalah suasana pedesaan di kaki gunung yang sangat tenang, tentram. Senyum dari anak-anak kecil yang riang bermain air di sungai, udara dingin yang menusuk ke tulang-tulang, juga tim kami, rombongan manajemen hutan IPB. Malam-malam yang kami habiskan bersama, tawa canda yang menggema, nyanyian di api unggun depan rumah warga, santap sahur bersama, buka dengan menu seadanya ! Oh, that’s so adorable and beuatiful. Terakhir, cuma pengen bilang : I miss them (him). 



suasana citorek kidul pagi hari

Sawah dan lumbung padi

sambutan tetua adat

belajar mengolah emas

rombongan kami datang dengan dua truk

Besties

Salam
Penulis
















Komentar

Postingan populer dari blog ini

TIPS MENANG LOMBA FOTO INSTAGRAM

Kembang Ilalang di Padang Gersang

Kisah pkl (Tulisan ini telah dipublikasikan di laman web National Geographic Indonesia sebagai kompetisi cerita “Travel Mate” yang diadakan oleh NatGeo Indonesia)