Paper Biometrika ( Dr.Ir. Budi Kuncahyo M.Si)Kelompok 8 Kamis Pagi Pemodelan Sistem Biometrika Hutan Manajeman Hutan 2014

Mata kuliah     : Biometrika Hutan                 Tanggal : Rabu, 31 Desember 2014


SIMULASI MODEL PENGENDALIAN DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN BABAKAN MADANG KABUPATEN BOGOR

Disusun :
 Kelompok 8

Anita Widiastuti                     E14110001
Gina D Permatasari                E14110018
Legita Nurwendayanti            E14110023
Tendy S Noveliyono              E14110050
Mohammad Ichwan H            E14110108

Dosen Pembimbing:
Dr.Ir. Budi Kuncahyo, M.Si

















DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014

BAB I

PENDAHULUAN
           
            Tanah longsor adalah suatu jenis gerakan tanah, umumnya gerakan tanah yang terjadi adalah longsor bahan rombakan (debris avalanches) dan nendatan (slumps/rotational slides) (Dwiyanto 2002). Terdapat beberapa penyebab terjadinya tanah longsor yaitu faktor manusia dan faktor alam. Menurut Goenadi et al. (2003) dalam Alhasanah (2006), faktor penyebab tanah longsor secara alamiah meliputi morfologi permukaan bumi, penggunaan lahan, litologi, struktur geologi, dan kegempaan. Selain faktor alamiah, juga disebabkan oleh faktor aktivitas manusia yang mempengaruhi suatu bentang alam, seperti kegiatan pertanian, pembebanan lereng, pemotongan lereng, dan penambangan.
            Tanah longsor tersebut dapat menimbulkan kerugian bagi masyarakat sekitar , terutama masyarakat yang memiliki topografi atau lereng yang rawan longsor. Menurut Karnawati (2001), kelerengan menjadi faktor yang sangat penting dalam proses terjadinya tanah longsor. Kondisi kemiringan lereng lebih 15º perlu mendapat perhatian terhadap kemungkinan bencana tanah longsor dan tentunya dengan mempertimbangkan faktor-faktor lain yang mendukung.            
            Meningkatnya terjadinya  bencana tanah longsor yang dapat menimbulkan kerugian besar baik berupa material dan lain-lain bagi masyarakat sekitar yang mengalami bencana tanah longsor, maka dari itu dibualah simulasi pemodelan pengendalian daerah rawan longsor, agar mengetahui variabel-variabel yang mempengaruhi daerah rawan longsor dalam model simulasi dan dapat diketahui luasan daerah rawan longsor dari daerah tersebut.

Tujuan :

1.    Membuat model simulasi pengendalian daerah rawan longsor di Kecamatan Babakan Madang Kabupaten Bogor.
2.    Mengidentifikasi variabel-variabel yang terlibat dan mempengaruhi daerah rawan longsor dalam model simulasi.
3.    Memodelkan luasan rawan longsor Babakan Madang hingga 50% dari luasan administratifnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

            Menurut Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (2005) menyatakan bahwa tanah longsor boleh disebut juga dengan gerakan tanah. Didefinisikan sebagai massa tanah atau material campuran lempung, kerikil, pasir, dan kerakal serta bongkah dan lumpur, yang bergerak sepanjang lereng atau keluar lereng karena faktor gravitasi bumi. Pengaruh manusia terhadap perubahan gaya-gaya antara lain adalah penambahan beban pada lereng dan tepi lereng, penggalian tanah di tepi lereng, dan penajaman sudut lereng. Tekanan jumlah penduduk yang banyak mengalihfungsikan tanah-tanah berlereng menjadi pemukiman atau lahan budidaya sangat berpengaruh terhadap peningkatan resiko longsor.
            Sedangkan menurut Dwiyanto (2002), tanah longsor adalah suatu jenis gerakan tanah, umumnya gerakan tanah yang terjadi adalah longsor bahan rombakan (debris avalanches) dan nendatan (slumps/rotational slides). Penurunan tanah (subsidence) dapat terjadi akibat adanya konsolidasi, yaitu penurunan permukaan tanah sehubungan dengan proses pemadatan atau perubahan volume suatu lapisan tanah.
            Faktor penyebab terjadinya gerakan pada lereng juga tergantung pada kondisi batuan dan tanah penyusun lereng, struktur geologi, curah hujan, vegetasi penutup dan penggunaan lahan pada lereng tersebut, namun secara garis besar dapat dibedakan sebagai faktor alami dan manusia. Karnawati (2004) dalam Alhasanah (2006) menjelaskan bahwa terjadinya longsor karena adanya faktor-faktor pengontrol gerakan di antaranya geomorfologi, tanah, geologi, geohidrologi, dan tata guna lahan, serta adanya proses-proses pemicu gerakan seperti : infiltrasi air ke dalam lereng, getaran, aktivitas manusia/ perubahan dan gangguan lahan.
            Selanjutnya menurut Rusli (1997), keberadaan vegetasi juga mencegah erosi dan pelapukan lebih lanjut batuan lereng, sehingga lereng tidak bertambah labil. Penutupan lahan merupakan istilah yang berkaitan dengan jenis kenampakan yang ada di permukaan bumi (Lillesand & Kiefer, 1993). menurut Suryolelono (2005), pengaruh hujan dapat terjadi di bagian-bagian lereng yang terbuka akibat aktivitas mahluk hidup terutama berkaitan dengan budaya masyarakat saat ini dalam memanfaatkan alam berkaitan dengan pemanfaatan lahan (tata guna lahan), kurang memperhatikan pola-pola yang sudah ditetapkan oleh pemerintah.
            Pemodelan (modelling ) adalah cara untuk meningkatkan pembelajaran (learning) dalam sistem kompleks. Pemodelan sistem adalah sebuah pengetahuan dan seni .Sebuah pengetahuan karena ada logika yang jelas ingin dibangunnya dengan urutan yang sesuai. Sebuah seni karena pemodelan menckup bagaiman menuangkan presepsi manusia atas dunia nyata dengan segala keunikannya. .menurut Grant et al (1997), untuk pemodelan lebih fleksibel dan multiguna yaitu sebagai berikut :
1.      Identifikasi isu, tujuan , dan batasan
2.      Konseptual model , menggunakan ragam metode seperti diagram kotak dan panah , diagram sebab-akibat, diagram stok (stock) dan aliran (flow), diagram case, diagram klas, dan diagram sekuens.
3.      Spesifikasi model, yaitu merumuskan makna diagram, kuantifikasi, dan atau kualifikasi komponen model jika perlu.
4.      Evaluasi model, yaitu mengamati kelogisan model dan membandingkan dengan dunia nyata atau model andal yang serupa jika ada dan perlu.
5.      Penggunaan model, yaitu membuat skenario-skenario ke depan atau alternatif kebijakan, mengevaluasi ragam skenario atau kebijakan tersebut dan pengembangan perencanaan dan agenda ke depan.

BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Kondisi Umum Kecamatan Babakan Madang Kabupaten Bogor
Wilayah Kecamatan Babakan Madang terletak di bagian Timur Kabupaten Bogor. Menurut analisis data spasial yang dikeluarkan oleh Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bogor, Kecamatan Babakan Madang meliputi areal seluas kira-kira 9181 hektar, terbentang antara 6°30’ - 6°39’ LS dan 106°50’-106°58’ BT dengan batas-batas geografis sebagai berikut :
Sebelah Utara              : Kecamatan Citeureup
Sebelah Selatan           : Kecamatan Megamendung
Sebelah Timur             : Kecamatan Sukamakmur
Sebelah Barat              : Kecamatan Sukaraja
Secara admisnistratif Kecamatan Babakan Madang meliputi 9 desa yaitu Desa Babakan Madang, Bojongkoneng, Cijayanti, Cipembuan, Citaringgul, Kadumanggu, Karang Tengah, Sentul, dan Sumur Batu. Luas administrasi Bababakan Madang seluas 9181 ha. Pada tahun 2000 luasan kebun campuran dan semak belukar hanya meliputi 46,36 % wilayah Kecamatan Babakan Madang dan pada tahun 2003 sebesar 46,44 %. Peningkatan luas kebun campuran dan semak belukar ini diikuti penurunan luasan hutan dan perkebunan. Selama periode 2000 – 2005 luasan hutan menurun dari 1.452,5570 ha atau 15,82 % dari luasan wilayah Kecamatan Babakan Madang menjadi hanya sekitar 1118,9460 ha atau 12,2 % dari luasan wilayah. Banyaknya perubahan penutupan vegetasi ini (sebagai tutupan lahan) dari areal tegakan hutan atau vegetasi lebat menjadi kebun campuran, semak belukar, pemukiman, atau menjadi lahan kosong sangat berpengaruh besar terhadap kestabilan lereng terutama terutama pada areal hutan yang diubah menjadi lahan pertanian (agricultural), sehingga menyebabkan Kecamatan Babakan Madang selalu mengalami kejadian longsor tiap tahunnya.  Kondisi umum Kecamatan Babakan Madang Kabupaten Bogor tersebutlah yang menyebabkan ingin dibuatnya suatu simulasi untuk mengurangi luasan rawan longsong di Kecamatan Babakan Madang Kabupaten Bogor. Luasan rawan longsor yang diasumsikan merupakan luasan tanpa hutan yang dihasilkan dari luasan atministratif Kecamatan Babakan Madang dikurangi dengan luasan berhutan.           

3.2 Pembuatan Model

1. Identifikasi isu, tujuan dan batasan
Tujuan dari pembuatan paper ini antara lain membuat model simulasi pengendalian daerah rawan longsor di Kecamatan Babakan Madang Kabupaten Bogor, dan mengidentifikasi variabel-variabel yang terlibat dan mempengaruhi daerah rawan longsor dalam model simulasi. Sedangkan batasannya ialah daerah rawan longsor yang digunakan sebagai contoh adalah daerah Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor, model yang akan dibangun menggambarkan luasan daerah rawan longsor, pemodelan akibat konversi lahan digunakan untuk waktu 25 tahun dan pemodelan akibat konservasi lahan digunakan untuk waktu 30 tahun, dan variabel yang digunakan adalah variabel keadaan, variabel penggerak, variabel pembantu, dan transfer materi dan informasi.
2. Konseptualisasi Model
            Berdasarkan isu, tujuan dan batasan yang telah ditentukan maka konseptualisasi model dilakukan dengan asumsi-asumsi sebagai berikut:
a.       Stok
-          Luasan rawan longsor
b.      Inflow
-    Konversi lahan
c. Outflow
-     Konservasi lahan
d. Variabel
(tertera pada model yang telah dibuat)
      Model dibuat dan dikembangkan untuk menurunkan besar luasan rawan longsor yang terjadi jika terdapat kegiatan konservasi lahan dengan persentase tertentu yaitu melalui kegiatan reboisasi dan teras.



Model Simulasi pengendalian daerah rawan longsor di Kecamatan Babakan Madang Kabupaten Bogor


      Gambar 1. Konseptualisasi model yang dikembangkan

3. Spesifikasi Model
Luasan rawan longsor yang dianalisis diasumsikan merupakan luasan tanpa hutan yang dihasilkan dari luasan atministratif Kecamatan Babakan Madang dikurangi dengan luasan berhutan, yaitu 9181ha luasan atministratif dikurangi 1119ha luasan berhutan sehingga diperoleh luasan tidak berhutan sebesar 8062ha. Selama periode 2000 – 2005 luasan hutan menurun dari 1.452,5570 ha atau 15,82 % dari luasan wilayah Kecamatan Babakan Madang menjadi hanya sekitar 1118,9460 ha atau 12,2 % dari luasan wilayah, sehingga dapat diasumsikan bahwa terjadi 0,603% konversi pertahun. Luas kebun canpuran dan semak belukar tahun 2000 s/d 2003 (4thn)= (46,44%-46,36%)/4= 0.02%/thn, jadi diasumsikan untuk masing-masing semak dan kebun adalah 0,01%/thn peningkatannya. Sehingga dari konversi total 0,603%/tahun dapat dikurangi 0,02%/tahun (konversi semak dan  kebun), didapatlah 0,583%/tahun sisanya. Sehingga 0,583%/tahun ini diasumsikan untuk konversi lahan ke lahan kosong dan pemukiman.
Untuk lahan konservasinya diasumsikan pembuatan teras sebesar 0,03% pertahun karena dilihat lumayan cukup ada yang memakai teras lahan-lahannya, dan 0,02%/thn untuk reboisasi, karena sejauh tahun 2005 belum ada reboisasi atau pun sedikit bila ada maka di beri nilai 0,02%. Reboisasi di sini memberikan tanaman kayu keras pada lahannya baik yg gundul maupun kbn campuran. Didapatkan bahwa dari rentang waktu 2005-2030, babakan madang akan mencapai kerusakannya di tahun 2028 karena sedikit lagi mencapai luas administratif babakan madang rawan longsornya.
Untuk lahan konservasinya diasumsikan pembuatan teras sebesar 0,03% pertahun karena dilihat lumayan cukup ada yang memakai teras lahan-lahannya, dan 0,02%/thn untuk reboisasi, karena sejauh tahun 2005 belum ada reboisasi atau pun sedikit bila ada maka di beri nilai 0,02%. Reboisasi di sini memberikan tanaman kayu keras pada lahannya baik yg gundul maupun kbn campuran. Didapatkan bahwa dari rentang waktu 2005-2030, babakan madang akan mencapai kerusakannya di tahun 2028 karena sedikit lagi mencapai luas administratif babakan madang rawan longsornya.



Jika sekarang akhir 2014 babakan madang lahan rawan longsornya seluas 8742ha. Maka tahun berapakah luasan rawan longsor di babakan madang mencapai 50% dari luasan administratifnya?. Diasumsikan, konversi lahan seterusnya konstant, dan konservasi lahan saja yang berubah dikarenakan ilmu pengetahuan kehutanan yang semakin canggih. Maka pembuatan teras di naikan 1% dari laha yang rawan dan melakukan reboisasi 2% darii lahan yg rawan. Maka didapatkan tahun 2042-lah Babakan Madang akan mencapai seimbang antara daerah rawan dan tidaknya (50%:50%)




 4. Evaluasi Model
Evaluasi model dilakukan untuk menguji kelogisan model dengan membandingkan dengan data real (data sebenarnya di lapang). Evaluasi model dilakukan melalui cara pengamatan. Yaitu melihat daerah Babakan Madang yang begitu banyak lahan kosngnya dan kebanyakan lahannya itu terbelah-belah dikaenakan longsor pendatan tersebut.
5. Penggunaan Model
            Model bermanfaat untuk meningkatkan keceatan pembelajaran (double loop learning) , sehingga dapat merumuskan skenario kedepan atau alternatif kebijakan yang lebih baik. Pilihan-pilihan kebijakan atau alternatif disini adalah mengenai simulasi pengendalian daerah rawan longsor yang berada di daerah Babakan madang kabupaten bogor yang dipengaruhi oleh beberapa variabel.
Ø  Skenario :
            Luas administrasi bababakan madang seluas 9181 ha. Selama periode 2000 – 2005 luasan hutan menurun dari 1.452,5570 ha menjadi hanya sekitar 1118,9460 ha. Sehingga 8062 ha merupakan daerah rawan longsor.
´  Skenario 1 :
Selama periode 2000 sampai dengan 2005 (6 tahun) adalah 3,62/ 6 tahun , (15,82%-12,2%)/6thn. Sedangkan, pertahunnya adalah  0,603%/thn untuk konversi lahan pertahun. Maka ,Diadakan kegiatan konservasi dengan pembuatan teras sebesar 0.03% per tahun dan reboisasi sebesar 0.02% per tahun dari luasan daerah rawan longsor.
´  Skenario 2 :
             Pada tahun 2014 dengan keadaan lahan rawan seluas 8472 ha hampir 92% luasan babakan madang rawan longsor, diadakan penambahan persentase dalam pembuatan teras sebesar 1% dan reboisasi sebesar 2% dari luasan daerah rawan longsor.

SIMPULAN

Dari model simulasi pengendalian rawan longsor yang dibuat dapat disimpulkan bahwa semakin besar persentase kegiatan konservasi yang dilakukan di sana akan dapat menurunkan luasan daerah rawan longsor. Variabel yang digunakan adalah variabel keadaan, variabel penggerak, variabel pembantu dan transfer materi dan informasi

DAFTAR PUSTAKA

Alhasanah, Fauziah. 2006. Pemetaan dan Analisis Daerah Rawan Tanah Longsor Serta Upaya Mitigasinya Menggunakan Sistem Informasi Geografis. Tesis. Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogo

[DVMBG] Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi. 2005. Manajemen Bencana Tanah Longsor. http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2005/0305/22/0802

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

TIPS MENANG LOMBA FOTO INSTAGRAM

Kembang Ilalang di Padang Gersang

Kisah pkl (Tulisan ini telah dipublikasikan di laman web National Geographic Indonesia sebagai kompetisi cerita “Travel Mate” yang diadakan oleh NatGeo Indonesia)