Dear Matahari
Coba engkau katakan padaku, apa yang seharusnya aku
lakukan..
Bila larut tiba wajahmu terbayang, kerinduan ini
semakin dalam.. (Ebiet G Ade )
Dear Matahari,
bisa kah
kuintip wajahnya lewat terang cahyamu ?
Aku tahu kami masih bisa melihat
Kau, merasakan sinarmu yang hangat. Hanya perbedaan waktu yang membuat terikmu
terasa berbeda. Di bagiannya, Kau 'nampak' hendak kembali ke persembunyianmu,
sementara di bagianku, kau masih kokoh di atas sana, menatap kami bukan ?
Andai siang bisa diperpanjang,
aku ingin melakukan banyak hal. Berbagai hal untuk melupakannya, mencari-cari
kesibukan seperti halnya dia melupakanku. Apa perlu aku pergi ke Kutub Utara
untuk menatapmu lebih lama ? Mengikuti rotasi bumi yang berganti dari waktu ke
waktu untuk dua puluh empat jam bersamamu.
Tapi bagaimana bisa aku bertahan
dengan jarak sejauh itu ? di negeri yang sama pun aku bahkan tak pernah bisa.
Dear Matahari,
andai aku
bisa memasang cermin raksasa pada wajahmu
Biarlah kulihat sosoknya, meski
hanya bayangnya yang kian menghilang bersama dengan redup sinarmu
Biar hati ini lega
Biar tak ada lagi tanya yang
menerka-nerka
Dear Matahari.
Bolehkah aku marah padanya atas
kehendakku sendiri? atas sikapnya yang mengikuti permintaanku ?
Tapi bagaimana jika aku yang
tersiksa.
Setiap Kau kembali ke
peistirahatanmu, setiap sahabatmu datang menyapa, saat itu juga semua terasa
hampa. Sahabatmu mengingatkanku pada dirinya. Kami pernah menatap sahabatmu
bersama-sama, dalam perbincangan yang lama, dalam dingin yang memeluk mesra.
Bulan.
Dear matahari,
Ketika langit kehilangan
terangnya karena kau pergi , ketika singgasanamu berganti dengan sahabat-sahabatmu, ketika itu pula aku
merasa sendiri. Semakin larut, semakin sepi. Mengingat lagi, mengenang dengan
air mata berlinang. Bukan, bukan karena aku tak suka dengan sahabat-sahabatmu,
tapi karena dia. Karena dia tak pernah pergi dari ingatanku !
Dear
Matahari
Terimakasih
karena telah mendengarkanku
Komentar
Posting Komentar