Belajar mengikhlaskan :)

Melepaskan orang yang begitu kau sayang tentu sangatlah sulit. Melupakan seorang laki-laki yang sangat kau cintai bukanlah hal yang mudah untuk dijalani. Sebut saja laki-laki itu "R". Dua tahun aku menjalani hubungan yang sama sekali tak pernah disebutkan dalam Al-qur'an atau bahkan tertera dalam undang-undang. Disaat semua orang menganggap pacaran adalah hal yang wajar, disaat kedua orangtuaku mulai mengizinkan, di saat itulah hatiku bergetar. Bergetar karena ada secuil bagian hatiku yang mengatakan " ini tidak benar ". Ada sepotong nuraniku yang berteriak “Sadarlah. Ini terlarang”

Allah selalu datang pada hambaNya, selalu menolong hambaNya, mendengar keluh kesahnya.

Allah memberiku jalan, memberi petunjuk lewat sahabat-sahabat yang selalu mengingatkan. Lewat cara yang tak pernah terpikirkan.

Berawal dari mentoring dengan kakak asisten agamaku, Kak Yekti. Halaqah setiap jum’at itu selalu me-refresh ruhaniku dan membuatku merasa lebih baik. Dari sanalah sedikit demi sedikit aku mulai menyadari bahwa apa yang kulakukan selama ini salah. Hubunganku dengan lawan jenis telah kelewat batas.

Lalu melalui sahabatku Ima aku bercerita. Dan dia pun berbagi kisahnya.
Aku sudah melewati ini. Dan sebenarnya kamu sudah tahu mana yang benar dan mana yang salah. Terserah kamu mau memilih yang mana”

Sebenarnya, keputusan untuk ‘menyendiri’ ini telah terpikirkan sejak lama. Namun bisik-bisik setan yang kuat menggoda tak mampu membuatku melangkah. Ada saat dimana aku merasa sangat berdosa, ada saat aku menitikkan air mata mengingat segala yang pernah ku lakukan dahulu. Disitulah hidayah Allah datang lewat sahabatku Anita. Seorang wanita nan cantik jelita, yang selalu menundukkan pandangannya. Kau pasti akan terkesima ketika melihatnya. Kecantikannya terpancar dari dalam. Dan, lagi-lagi dia juga telah melewatinya.
“ Sebenernya kamu udah dikasih hidayah sama Allah, Vi. Aku tahu ini sangat berat. Tapi semu tergantung kamu, apakah kamu mau menjemput hidayah itu atau sekedar membiarkannya “

Oh Tuhan, saat itu aku benar-benar merasa tersiksa. Lalu kuberanikan diri untuk bercerita ke Kak Yekti. Hari itu, hari Jum’at, saat halaqah itu lah aku menagis sejadi-jadinya. Ya, mulai hari itu kubulatkan diri untuk memutuskan rantai setan ini.

Ada sedih yang bercampur bahagia. Bahagia karena aku merasa lega, setidaknya Allah telah meberiku kesempatan untuk bisa dekat denganNya.

Sedih karena aku bingung bagaimana menjelaskan ke dia (R). Bagaimana mungkin kau tega memutuskan seorang laki-laki yang sangat baik yang bahkan tak pernah membuat kesalahan sedikitpun? Bagaimana kau menjelaskan pada laki-laki yang telah menaruh harapan besar padamu?

Apakah kau sanggup menerima segala konsekuensinya, jawabannya, apakah dia akan tetap bertahan menunggumu ataukah berpindah ke lain hati?

Apa kau siap ketika semuanya berubah ?

Tak ada makan bersama di tempat favoritmu

Tak ada gelak tawa , tak ada cerita-cerita yang menghangatkan dan melengkapi hidupmu

Tak ada yang mengantarkanmu ke dokter saat kau sakit

Tak ada yang menjemputmu kapanpun kau perlu

Terlebih aku ini seorang gadis yang teramat manja

Dan salahku lah karena aku yang tak pernah menyadari kehadiran SAHABAT yang bisa menggantikana posisinya

Sungguh, sungguh tiada hal yang lebih sulit selain belajar mengikhlaskan orang yang kau sayangi saat ini untuk kebaikannya di masa depan.

 Kata ima, “ kamu gak akan bisa kalau langsung seratus persen. Cobalah sedikit demi sedikit. Kurangi intensitas bertemu. Kurangi frekuensi sms,”

Dan sekarang, proses inilah yang sedang kujalani.
Di saat semua orang mengadu rindu, di saat setiap pasangan bertukar kata-kata mesra, aku hanya bisa tersenyum mengingat kebodohanku seraya berkata “ aku pernah mengalaminya “
Aku masih berhubungan baik dengan si “R”. Tetap seperti biasa, menganggapnya teman, namun tentu,ada perasaaan yang istimewa, yang sampai saat ini masih terjaga.
Proses yang sedang kulakukan yaitu memperbaiki diri. Belajar untuk menjadi seorang ummi. Seorang ibu yang akan mendidik anak-anaknya kelak.

Bagaimana mungkin aku berharap anakku nanti menjadi orang-orang yang baik sementara ibunya saja tak pernah bercermin diri?Berkaca ?

Yah, aku bukan manusia yang sempurna, yanag sebegitu mudah melewati ujian ini. Untuk saat ini aku memang masih dekat, namun sudah tak sedekat dulu. Ada batas-batas yang tak boleh dilampaui. Aku menghargainya sebagai teman, kakak , yang pernah menjadi bagian masa laluku, dan mungkin saja jika Allah berkehendak, dia akan kembali menjadi bagian masa depanku. Atau mungkin ada sosok baru yang hadir yang bahkan tak pernah ku kenal sama sekali sebelumnya?

Hanya Allah yang tahu. Begitu pun aku, aku penasaran dengan akhir kisah ini,

Aku, hanya bisa berdoa, memantapkan hati dan mengontrol diri. Menjaga pandangan, menyimpan perasaan, dan tentu. Mencintai dalam diam.


Jumat, 7 Maret 2014 
00:19 wib

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kembang Ilalang di Padang Gersang

Ya Rabb, I am waiting for the happy ending (Every Cloud Has a Silver Lining)

Paper Biometrika ( Dr.Ir. Budi Kuncahyo M.Si)Kelompok 8 Kamis Pagi Pemodelan Sistem Biometrika Hutan Manajeman Hutan 2014