cerpen-Jatuh cinta karena sambal ?? why not...
Kalo yang ini dulu pernah menjadi 10 besar nominasi Lomba Menulis Cerita Pendek Kategori Pelajar yang diadakan oleh Majalah Story dalam rangka ulang tahun ke-2 nya ni.., kalo gak salah waktu itu naskah yang masuk sekitar 700-an.. alhamdulillah, cerpen ini bisa menembus media buat yang kedua kalinya.. Cerpen yang pertama kali dimuat di media juga di majalah Story, udah lama.. waktu itu dapet hadiah kaos, ukurannya XL lagi. kegedean.. hahahahah
Sambal Penumbuh Asmara
Mentari masih tersipu malu dan sedikit
enggan menampakkan diri. Sorotnya terhambar di celah-celah gumpalan mega putih.
Kilau cahya keemasan terbias dari dedaunan yang masih basah oleh tetesan embun.
Hari masih pagi. Bahkan bulan yang menghias malam pun masih belum jua hengkang
dari cakrawala. Jam tangan digital berwarna magenta di tanganku menunjukkan pukul enam pagi. Tapi, suasana di
SMA Negeri 7 Purworejo sudah ramai dipadati murid-murid. Yups ! Kami sebagai
siswa sekolah tercinta ini harus sudah berada di kelas pada pukul setengah
tujuh untuk mengikuti KBM.
Ku
kendarai xeon hijau-ku di jalan Ki
Mangunsarkoro dengan
santai. Belum terlalu siang memang. Perlahan kuamati sekolah peninggalan Belanda berabad-abad tahun lalu itu dengan seksama. Mataku tertuju pada sebuah pohon trembesi berukuran raksasa yang masih berdiri tegak walau umurnya sudah ratusan tahun. Letaknya di dekat gerbang mati, gerbang tua yang sudah tak terpakai lagi. Batangnya yang besar kehitaman dan sedikit agak lapuk dengan ahiasan paku-pakuan yang melingkar disetiap cabangnya memberi kesan ‘angker’ sekaligus klasik. Dulu waktu aku masih mengikuti ekskul teater, kami sering latihan di bawah teduhnya pohon trembesi ini. Tapi, berhubung aku sudah kelas tiga, semua ekskul jadi berhenti untuk mempersiapkan ujian. Aku jadi ingat kejadian dua minggu lalu. Waktu itu Aku,Gusty,dan Laila baru saja pulang les math dari rumah guruku, Bu Tami. Ketika aku melewati jalan depan sekolahanku magrib-magrib dan gerimis untuk mengantar Laila ke kostnya, aku melihat sosok ‘Neng Kunti’bertengger di atas pohon trembesi. It was real ! Bagiku, ini pengalaman pertama melihat sendiri makluk gaib. Tapi bagi temanku, Gusty ini sudah menjadi hal biasa karena dia sering melihat penampakan contohnya, sosok ‘Nona Belanda’ dengan gaun anggun yang menghilang di pojok ruangan kelas X-2. Ada juga sepotong tangan manusia yang sering wira-wiri di belakang pos satpam. Bayangan hitam besar di pohon Ketapang, atau sosok Tentara yang berjalan tegak menyusuri kamar mandi siswa.
santai. Belum terlalu siang memang. Perlahan kuamati sekolah peninggalan Belanda berabad-abad tahun lalu itu dengan seksama. Mataku tertuju pada sebuah pohon trembesi berukuran raksasa yang masih berdiri tegak walau umurnya sudah ratusan tahun. Letaknya di dekat gerbang mati, gerbang tua yang sudah tak terpakai lagi. Batangnya yang besar kehitaman dan sedikit agak lapuk dengan ahiasan paku-pakuan yang melingkar disetiap cabangnya memberi kesan ‘angker’ sekaligus klasik. Dulu waktu aku masih mengikuti ekskul teater, kami sering latihan di bawah teduhnya pohon trembesi ini. Tapi, berhubung aku sudah kelas tiga, semua ekskul jadi berhenti untuk mempersiapkan ujian. Aku jadi ingat kejadian dua minggu lalu. Waktu itu Aku,Gusty,dan Laila baru saja pulang les math dari rumah guruku, Bu Tami. Ketika aku melewati jalan depan sekolahanku magrib-magrib dan gerimis untuk mengantar Laila ke kostnya, aku melihat sosok ‘Neng Kunti’bertengger di atas pohon trembesi. It was real ! Bagiku, ini pengalaman pertama melihat sendiri makluk gaib. Tapi bagi temanku, Gusty ini sudah menjadi hal biasa karena dia sering melihat penampakan contohnya, sosok ‘Nona Belanda’ dengan gaun anggun yang menghilang di pojok ruangan kelas X-2. Ada juga sepotong tangan manusia yang sering wira-wiri di belakang pos satpam. Bayangan hitam besar di pohon Ketapang, atau sosok Tentara yang berjalan tegak menyusuri kamar mandi siswa.
Ingatanku segera buyar karena tiba-tiba
saja roda depan motor matic-ku
menabrak sesuatu. Gubrak !Aku terjatuh dari motor karena menabarak vespa
seorang cowok yang nangkring di dekat gerbang sekolahku yang kami sebut Sela
Matangkep. Cowok itu langsung membantuku berdiri. Ya Ampun ! Dia lagi! Kholik
menyunggingkan senyum sok manisnya padaku. Belasan cuil jerawat nongol di
berbagai belahan wajahnya. Di hidung ada, di jidat banyak, di pipi apalagi !
Idih..ilfil deh !
Pak Jubrik, satpam skul-ku yang hobi
banget ngusir anak-anak Smansev(SMAN Seven-julukan sekolahku) yang datang ke
skul pakai ‘sandal’ waktu ada kegiatan ekskul ,hanya melirik sinis.
“Uh !sial !” umpatku lirih
Setibanya di kelasku, XII IPA 1,kelas
unggulan yang letaknya dekat dengan koperasi siswa tapi nggak se-strategis
kelasku dulu,XI A 1,yang deket ama perpus,kantin,kamar mandi ‘n kantor guru…
“Knapa
lagi sih kamu, Nona Viara nan imut jelita?” Sheny,sohibku yang terkenal jutex
sesekolah menggodaku
“Kamu tahu gag. Tadi pagi aku ketemu
dia lagi. Maren, waktu aku lagi ngobrol ama Runi di perpus, dia nemuin aku lagi
‘n tanya-tanya terus. ‘Kamu kan yang ngirim puisi-puisi ini buat aq?kamu kan
jago nulis puisi..’Aku dah ngomong berjuta kali kalau bukan aku pengirimnya
!Mana mungkin aku suka sama cowok dekil kaya dia!” jawabku ketus sembari
menirukan gaya Kholik bicara.
“Aku juga gag tahu tuh. Dia kok bisa
seyakin itu ya Vi kalau kamulah secret
admirer-nya. Kamu inget gag Vi. Kemaren dia mati-matian belain kamu waktu
kamu ketauan nyontek fisika. Trus seminggu yang lalu waktu kamu kedapetan maen
hape di klas. Belom lagi waktu kamu mau traktir anak-anak sekelas di kantin Bu
Asnah ‘n dompet kamu ketinggal, dia kan yang bayarin kita semua..Dia tuh naksir
ma kamu,” ujar Sheny panjang lebar
“Sst..jangan keras-keras” bisikku
Kholik memang aneh, dia mengaku kalo
dia mendapatkan kiriman puisi-puisi yang tertera namaku. Dia juga pernah bilang
kalau aku pernah mengirimkan sms padanya yang berbunyi aku suka dia. Tapi aku
tak pernah melakukannya! Sedikitpun aku tak tertarik dengan Kholik walaupun sebenarnya,
dia cowok yang baik
*
Suatu siang,waktu jam istirahat, saking
sebalnya aku pada Kholik, aku memutuskan untuk ngerjain dia .Waktu itu aku ama
Sheny lagi nongkrong di kantin Bu Asnah. Kebetulan banget ada Kholik disana. Kami biasa menikmati
sedapnya soto Bu Asnah dengan suwiran
daging ayam kampung dan juga kentang goreng renyah yang tertabur bersama bawang
goreng gurih di semangkuk soto itu. Atau, kami biasa memilih martabak unyil,
martabak mini rasa coklat keju untuk menemani kami saat jam istirahat. Segelas
es teh yang tertuang dalam high ball
glass juga sangat cocok disandingkan dengan panganan ala kantin Bu Asnah.
Dengan iseng aku menaruh sesendok sambal
yang pedasnya minta ampun ke dalam
mangkuk soto Kholik. Tapi, akibat keusilanku itu, Kholik harus masuk rumah
sakit karena penyakit tipus nya kambuh. Parah ! Satu per seribu enam ratus! Dan
saat itu juga aku sadar bahwa sikapku ke
dia slama ini sudah keterlaluan.
Sore itu aku mengunjunginya di RSUD
yang tak jauh dari sekolahanku. Sendirian.
“Maaf..”
Hanya sepatah kata itu yang keluar dari
bibirku.
Kholik tersenyum ramah seperti biasa.
Tapi seulas senyumnya memberi jawaban padaku bahwa dia tlah memaafkanku.
“Oh ya. Aku bawa sesuatu buat kamu,”
kataku seraya merogoh suatu benda dari tas berbentuk kepala Keroppi, kartun
katak favoritku.
“Tara!” aku mengeluarkan sebongkah kaca
spion
“Ini buat ganti spion vespamu yang aku
tabrak kemaren” terangku
Sekali lagi Kholik tersenyum. Tapi kali
ini lebih renyah karena dia tanpa malu memamerkan giginya yang berwarna kekuningan.
Aku pun membalasnya dengan malu. Entah siapa pengirim asli puisi-puisi itu,aku
tak peduli. Karena sekarang, di hatiku telah mekar bunga-bunga asmara yang
datangnya entah darimana. Mungkin..dari sesondok sambal di kantin Bu Asnah…
tamat
Komentar
Posting Komentar